MENJAGA KEUTUHAN BANGSA BERBEKAL BHINNEKA TUNGGAL IKA
Oleh : William Hendri, S.H.,M.H.
(Wakil Sekretaris Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI) ORDA Kota Tanjungpinang)
Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan bangsa
Indonesia. Frasa ini berasal dari Bahasa Jawa Kuno dan seringkali
diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Jika
diterjemahkan per kata, kata bhinneka berarti “beraneka ragam” atau
berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Sansekerta berarti “macam” dan
menjadi pembentuk kata “aneka” dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti
“satu”. Kata ika berarti “itu”. Secara harfiah Bhinneka
Tunggal Ika diterjemahkan “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna
meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah
satu kesatuan. Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna
yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar
abad ke-14. Kakawin ini mengajarkan toleransi antara umat Hindu Syiwa dengan
umat Budha, bahkan kemudian Islam.
Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya,
bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Terkait hal ini, dalam
konstitusi Negara Indonesia telah tertuangkan pada pasal 36A UUD 1945 yang
berbunyi “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal
Ika”. Pasal ini merupakan manifestasi dari Pancasila sila ke-3 “Persatuan
Indonesia” sebagai Grundnorm atau Staatsfundamentalnorm.
Persatuan dan Kesatuan bangsa Indonesia dengan semangat menjunjung
tinggi nilai toleransi yang bersandar kepada semboyan bhinneka tunggal ika dalam
perjalanan sejarahnya, selalu diusik dan dirusak oleh permasalahan konflik SARA
(Suku, Agama, Ras dan Antar golongan), sehingga ketentraman dan kedamaian dalam
keberagaman menjadi terganggu. Provokator-provokator asing yang menyusupkan
pengkhianat-pengkhianat bangsa di tengah-tengah masyarakat Indonesia masih
tetap menjalankan misi nya yaitu memecah belah kerukunan suku, agama, ras dan
antar golongan yang tujuan akhirnya tiada lain yaitu mencari keuntungan dalam
kondisi kekacauan sosial (social chaos) di bumi Indonesia.
Masyarakat Indonesia yang sangat majemuk dan heterogen baik dilihat dari
berbagai macam suku, agama, ras dan antar golongan menjadi lahan empuk bagi
pihak asing yang berniat memecah belah bangsa Indoensia seperti yang pernah
dilakukan oleh Belanda ketika ingin melakukan penjajahan terhadap bangsa
Indonesia, yang akhirnya mampu memperbudak rakyat Indonesia selama lebih kurang
350 tahun. Konflik SARA dalam perjalanan bangsa Indonesia telah beberapa kali
terjadi. Masih segar dalam ingatan kita, bahwa konflik sosial terbesar dan
terparah yang berbau SARA pernah terjadi di Indonesia seperti : Pertama.
Konflik Antar Suku di Sampit Kalimantan pada tahun 2001. Kerusuhan yang terjadi
di Sampit adalah kerusuhan antar suku paling mengerikan yang pernah terjadi di
Indonesia. Konflik antar suku dayak dan suku Madura ini memakan korban jiwa
hingga mencapai 500 orang, terutama korban terbanyak adalah pada suku Madura.
Dalam kontek ini suku Dayak memiliki alasan tersendiri dalam mempertahankan
wilayahnya sehingga konflik ini terjadi dan aparat keamanan tidak lagi bisa
membendung kerusuhan yang terjadi ; Kedua. Konflik Antar Agama di Ambon
pada tahun 1999. Konflik meluas dan menjadi kerusuhan buruk antara agama Islam
dan Kristen yang berakhir dengan banyaknya korban jiwa. Orang-orang dari
kelompok Islam dan Kristen saling serang dan berusaha menunjukkan kekuatannya.
Aparat Keamanan saat itu dianggap tidak mampu menangani dengan baik. Kerusuhan
yang terjadi di Ambon membuat kerukunan antar umat beragama di Indonesia jadi
memanas hingga waktu yang cukup lama ; Ketiga. Konflik Antara Etnis
pada tahun 1998. Kerusuhan yang terjadi di penghujung Orde Baru, awalnya dipicu
oleh krisis moneter yang membuat banyak sektor di Indonesia runtuh. Namun
lambat laun kerusuhan menjadi semakin mengerikan hingga berujung pada konflik
antara etnis pribumi dan etnis Tionghoa. Kerusuhan melebar dan menyebabkan
banyak aset-aset milik etnis Tionghoa dijarah dan juga dibakar karena
kemarahan. Mereka juga melakukan tindak kekerasan kepada para wanita dari etnis
ini. Kasus pelecehan seksual banyak terjadi hingga kasus pembunuhan pun tak
bisa dihindari. Dan masih ada beberapa contoh konflik sosial yang berbau SARA
lainnya yang sudah semestinya tidak boleh terjadi kembali.
Dengan lahirnya beberapa Undang-undang terkait perlindungan hak warga
negara dan penanganan konflik sosial, seperti misalnya Undang-undang Nomor 39
tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang
Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012
Tentang Penanganan Konflik Sosial, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik pada pengaturan tentang penyebaran berita Hoax yang
berbau SARA serta Undang-undang lainya, tentunya diharapkan mampu menekan
potensi terjadinya konflik-konflik sosial yang berkaitan dengan unsur Suku,
Agama, Ras dan Antar Golongan.
Sebagai contoh, didalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang
Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, telah diatur tegas bahwa setiap orang
yang dengan sengaja melakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau
pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis yang mengakibatkan pencabutan atau
pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi,
sosial, dan budaya dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Kemudian apabila menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang
karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan: 1) membuat tulisan atau
gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau
tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain; 2) berpidato,
mengungkapkan, atau melontarkan kata-kata tertentu di tempat umum atau tempat
lainnya yang dapat didengar orang lain; 3) mengenakan sesuatu pada dirinya
berupa benda, kata-kata, atau gambar di tempat umum atau tempat lainnya yang
dapat dibaca oleh orang lain, dapat di pidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Lalu, setiap orang apabila dengan sengaja melakukan perampasan nyawa
orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan,
atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis, dapat
dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ditambah dengan
1/3 (sepertiga) dari masing-masing ancaman pidana maksimumnya.
Dengan ini, maka sangat jelas bahwa terkait dengan Suku, Agama, Ras dan
Antar Golongan (SARA), negara menjamin hak-hak individu dan kelompok tertentu
dalam berkehidupan kebangsaan di Indonesia. Kemudian tinggal bagaimana aparat
penegak hukum melaksanakan aturan yang telah dibuat. Disisi lain, tentunya
kesadaran masyarakat dalam bertoleransi dan saling menghargai antar sesama
mesti di tingkatkan.
Pada dasarnya, semangat Sumpah Pemuda wajib kita tiru serta kita jiwai,
sebagaimana pernah di deklarasikan pada tanggal 28 Oktober 1928 yang juga
sangat sejalan dengan semboyan bhinneka tunggal ika, bahwa pemuda dari
berbagai suku, agama, ras dan antar golongan bersepakat mendeklarasikan
semangat persatuan, yaitu : Pertama. Mengaku bertumpah darah yang satu,
tanah air Indonesia; Kedua. Mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia;
dan Ketiga. Menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Masyarakat Indonesia wajib mampu menjaga keutuhan bangsa berbekal
semboyan bhineka tunggal ika jika ingin menjadi bangsa yang besar.
Yudi Latif berpendapat bahwa “Indonesia adalah sebuah bangsa besar yang
mewadahi warisan kejayaan peradaban Nusantara dan kerajaan-kerajaan bahari
terbesar di muka bumi. Jika di tanah dan air yang kurang lebih sama, nenek
moyang bangsa Indonesia pernah menorehkan tinta keemasannya, tidak ada
alasan bagi manusia baru Indonesia untuk tidak dapat mengukir kegemilangan.
Bila mampu membangun bangsa yang sesuai jatidirinya, harkat bangsa ini di
pentas dunia bisa sepadan dengan keluasan wilayah dan kuantitas penduduknya”.
Bangsa Indonesia tetap mesti meningkatkan kewaspadaan terhadap upaya
memecah belah persatuan dan kesatuan oleh bangsa asing yang berniat buruk
maupun bangsa sendiri yang menjadi pengkhianat serta berkolaborasi dengan
bangsa asing. Dan ada benarnya apa yang telah bung Karno sampaikan dalam
pidatonya bahwa “Perjuanganku lebih mudah karena hanya mengusir penjajah, tapi
perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”. Maka dengan
ini, kesadaran akan cinta tanah air, semangat nasionalisme, semangat persatuan,
terutama semangat ber bhinneka tunggal ika harus tertanam kuat dalam
diri individu masyarakat Indonesia.
Sudah
pernah di publish pada media:
https://lihatkepri.com/2017/04/03/menjaga-keutuhan-bangsa-berbekal-bhinneka-tunggal-ika/
pada
tanggal 3
April 2017
Aslamualikum wr.wb pak perkenalkan nama saya syamsiah dari kelas B saya ingin bertanya paK🙏Mengapa masyarakat indonesia wajib mampu menjaga keutuhan bangsa berbekal semboyan bhineka tunggal ika jika ingin menjadi bangsa yang besar? Terimakasih ya pak🙏
BalasHapus