BUDAYA MEMBACA UNTUK MENGUASAI DUNIA
Oleh : William Hendri, S.H.,M.H
(Wakil Sekretaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ORDA Kota Tanjungpinang)
“Siapa yang menguasai informasi, maka ia dapat menguasai dunia”.
Kata-kata ini sudah sangat tidak asing bagi kita, dikarenakan sudah sangat
sering diucapkan oleh para intelektual, para akademisi dan para tokoh lainnya.
Informasi pada dasarnya tidak hanya bisa didapat melalui media audio
seperti radio, media visual seperti foto atau gambar-gambar tertentu, media
audio visual seperti televisi dan video, informasi juga bisa didapat melalui
media cetak seperti surat kabar/koran, brosur, buletin, dan terutama juga pada
buku.
Buku juga merupakan sumber informasi. Terbitnya sebuah buku merupakan
pesan informasi tertentu yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca.
Berbagai jenis buku yang ada dari mulai jenis buku-buku politik, hukum,
ekonomi, IPTEK, sosial budaya, agama, filsafat dan lainnya adalah sumber yang
sangat berharga dalam penguasaan terhadap informasi. Kita akan mengetahui
peradaban kuno maupun perjalanan sebuah bangsa terdahulu, melalui membaca
berbagai karya-karya klasik dalam bentuk buku.
Seorang aktivis anti perbudakan dan rohaniawan asal Amerika pada abad ke
19 bernama Henry Ward Beecher pernah berkata “Buku adalah jendela. Sukma kita
melihat dunia luar lewat jendela ini. Rumah tanpa buku bagaikan ruangan tak
berjendela”. Dalam hal ini, buku memiliki peranan yang sangat penting dalam
membangun sebuah peradaban. Buku merupakan jendela atau pintu untuk melihat
informasi dunia luar. Di setiap abad selalu melahirkan berbagai filosof atau
pemikir yang menuangkan pemikirannya berdasarkan hasil eksperimen penelitian
kedalam sebuah buku yang terkadang memiliki dampak pengaruh terhadap
perkembangan zaman selanjutnya.
Membaca adalah salah satu cara cepat untuk menguasai dunia. Pernyataan
ini bukanlah sebuah isapan jempol belaka. Masyarakat Jepang sudah membuktikan
pasca kekalahannya oleh sekutu usai perang dunia kedua. Masyarakat Jepang
membangun kembali peradabannya dengan memulai budaya membaca.
Setelah porak poranda disebabkan bom atom Amerika dan kekalahan besarnya
pada tahun 1945, Jepang sedaya upaya bangkit dan berusaha membangun kembali
negaranya dari titik nol dengan salah satunya adalah “membaca”. Ribuan buku
dari luar negaranya didatangkan, kemudian diterjemahkan oleh para ahli bahasa
dan sastra untuk selanjutnya disebarkan ke masyarakat umum untuk di konsumsi. Kebijakan
ini menghasilkan hal yang positif, mulai dari elit pemerintahan, kelas atas,
kelas menengah sampai masyarakat bawah mulai membiasakan diri membaca dan
menjadikan kegiatan membaca sebagai bagian dari kebudayaan yang melekat didalam
masyarakat. Hal ini mendapatkan hasil. Kurang dari 30 tahun Jepang mampu
bangkit dan menjelma menjadi sebuah negara maju yang sejajar dengan Amerika dan
beberapa negara Eropa lainnya sebagai salah satu raksasa ekonomi dunia. Dan
sampai saat inipun, Jepang masih terdepan dalam penguasaan berbagai teknologi
mutakhir dan unggul dalam sumber daya manusia. Tidak heran, berbagai produk
teknologi informasi, elektronik dan produk kendaraan di seluruh dunia selain
dikuasi oleh beberapa negara Eropa juga dikuasai oleh Jepang sebagai pemain
besar dari Asia.
Dengan ini sebenarnya kita dapat memaknai, bahwa budaya membaca dapat
membawa seseorang atau suatu bangsa menguasai dunia, baik itu dalam dunia
ekonomi, teknologi atau lainnya. Namun kita sangat miris melihat tingkat budaya
baca untuk masyarakat Indonesia. Berdasarkan data perbandingan jumlah
buku yang dibaca siswa SMA di 13 negara dalam setahun, termasuk Indonesia. Di
Amerika Serikat, jumlah buku yang wajib dibaca sebanyak 32 judul buku, Belanda
30 judul buku, Prancis 30 judul buku, Jepang 22 judul buku, Swiss 15 judul
buku, Kanada 13 judul buku, Rusia 12 judul buku, Brunei 7 judul buku, Singapura
6 judul buku, Thailand 5 judul buku, dan Indonesia 0 judul buku.
Berdasarkan studi “Most Littered Nation In the World” yang dilakukan oleh
Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016, Indonesia dinyatakan
menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Indonesia persis
berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi
penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca peringkat Indonesia berada di
atas negara-negara Eropa.
Melihat kondisi tersebut, bagaimana mungkin kita saat ini dapat menjadi
bangsa besar apalagi untuk dapat menguasai dunia, kalau budaya membaca buku
kita saja masih sangat rendah. Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Syahrir dan
tokoh-tokoh penting lainnya, membangun negara dengan dimulai dari membaca.
Bangsa kita saat ini tentunya tidak mau diibaratkan seperti “katak dalam
tempurung” yang tidak pernah tau akan dunia luar. Seekor katak yang berada
dalam tempurung (batok kelapa) akan merasa ia sangatlah besar. Ia beranggapan
bahwa atap tempurung adalah langit, sehingga ia merasa dirinya hampir mencapai
langit. Ia tak sadar bahwa di luar tempatnya berada masih terbentang bumi yang
sangat luas dan langit yang teramat tinggi. Wawasan sang katak hanyalah apa
yang ada dalam tempurung sehingga ia merasa bahwa dirinya sudah hebat bahkan
merasa yang paling hebat, padahal sebaliknya.
Maka dengan ini, budaya membaca disamping harus digalakkan oleh pemerintah
melalui sekolah dan pemberdayaan perpustakaan-perputakaan daerah untuk
peningkatan minat baca bagi masyarkat, juga mesti dibudayakan oleh orang tua
dimulai dari rumah. Peran keluarga sangat penting untuk merangsang anak sejak
dini sebagai generasi ke depan dalam meningkatkan minat baca.
Untuk generasi muda bangsa saat ini, mesti sudah harus memulai
menanamkan “budaya membaca buku” dalam dirinya, bukan saja nantinya hanya
bermanfaat untuk orang lain maupun lingkungannya, minimal bermanfaat bagi dirinya
sendiri, agar tidak menjadi ibarat manusia seperti “katak dalam tempurung”.
Dengan mulai membudayakan “budaya membaca buku” bagi masyarakat Indonesia,
tidak menutup kemungkinan kita akan menjadi bangsa besar nantinya, bahkan
bangsa yang dapat mengusai dunia atau minimal sejajar dengan bangsa-bangsa maju
dan modern lainnya, sehingga bangsa kita tidak lagi disebut sebagai bangsa
dunia ketiga atau bangsa kuli, kuli di antara bangsa-bangsa.
Sungguh indah kata-kata yang diucapkan oleh penulis asal Amerika bernama
Frank Gruber (1944) yang dapat dijadikan inspirasi dalam meningkatkan minat
baca buku kita, sebagai berikut : “Buku adalah benda luar biasa. Buku itu
seperti taman indah penuh dengan bunga aneka-warna, seperti permadani terbang
yang sanggup melayangkan kita ke negeri-negeri tak dikenal sebelumnya”.
Sudah
pernah di publish pada media:
https://lihatkepri.com/2017/03/28/budaya-membaca-untuk-menguasai-dunia/
pada tanggal 28 March 2017
Aslamualaikum wr.wb pak perkenalkan nama saya syamsiah dari kelas B saya ingin Bertanya pak..mengapa masyarakat jepang sudah membuktikan pasca kekalahannya oleh sekutu usai perang dunia kedua? terimakasih ya pak🙏
BalasHapus