MEMPERKUAT ARGUMENTASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
Oleh :
William Hendri, SH.,MH.
(Wakil
Sekretaris Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) ORDA Kota
Tanjungpinang)
Munculnya pendapat
bahwa Pancasila bukanlah sebuah ideologi, Pancasila hanyalah seperangkat
gagasan filosofis (set of phylosophie) dan tidak memiliki dua unsur penting
sebagai ideologi, yaitu pertama pemikiran menyeluruh terhadap alam
semesta (pandangan dunia), kehidupan dan manusia. kedua darinya
lahirlah sistem, perlulah kita kaji secara mendalam.
Pada dasarnya istilah
ideologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti gagasan, konsep, pengertian
dasar, cita-cita’ dan ‘logos’ yang berarti ilmu. Kata ‘idea’ berasal dari
bahasa Yunani ‘eidos’ yang artinya ‘bentuk’. Di samping itu ada kata ‘idein’
yang artinya ‘melihat’. Maka secara harfiah (etimologi), ideologi berarti ilmu
pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, ‘idea’ disamakan
artinya dengan ‘cita-cita’. Kemudian Kaelan menyatakan, cita-cita yang dimaksud
adalah cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan
atau faham. Memang pada hakikatnya, antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya
dapat merupakan satu kesatuan. Dasar ditetapkan karena atas suatu landasan,
asas atau dasar yang telah ditetapkan pula. Dengan demikian ideologi mencakup
pengertian tentang idea-idea, pengertian dasar, gagasan dan cita-cita.
Sastrapratedja
menyatakan bahwa ideologi adalah seperangkat gagasan/pemikiran yang
berorientasi pada tindakan dan diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur.
Sementara itu, Mubyarto mendefinisikan ideologi adalah sejumlah doktrin,
kepercayaan dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang
menjadi pegangan dan pedoman kerja (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan
masyarakat atau bangsa itu.
Selanjutnya Kaelan
berpendapat, tiap ideologi sebagai suatu rangkaian kesatuan cita-cita yang
mendasar dan menyeluruh yang jalin-menjalin menjadi satu sistem pemikiran (system
of thought) yang logis, adalah bersumber kepada filsafat. Dengan lain kata,
ideologi sebagai suatu system of thought mencari nilai, norma
dan cita-cita yang bersumber kepada filsafat, yang bersifat mendasar dan nyata
untuk diaktualisasikan, artinya secara potensi mempunyai kemungkinan
pelaksanaan yang tinggi, sehingga dapat memberi pengaruh positif, karena mampu
membangkitkan dinamika masyarakat tersebut secara nyata ke arah kemajuan. Ideologi
dapat dikatakan pula sebagai konsep operasionalisasi dari suatu pandangan atau
filsafat hidup dan merupakan norma ideal yang melandasai ideologi, karena norma
itu akan dituangkan dalam perilaku, juga dalam kelembagaan sosial, politik,
ekonomi, pertahanan keamanan dan sebagainya. Jadi filsafat sebagai dasar dan
sumber bagi perumusan ideologi yang juga menyangkut strategi dan doktrin, dalam
menghadapi permasalahan yang timbul di dalam kehidupan bangsa dan negara,
termasuk di dalamnya menentukan sudut pandang dan sikap dalam menghadapi
berbagai aliran atau sistem filsafat yang lain.
Menurut Roeslan
Abdulgani berkata bahwa “Filsafat sebagai pandangan hidup pada hakikatnya
merupakan sistem nilai yang secara epistemologis kebenarannya telah
diyakini sehingga dijadikan dasar atau pedoman bagi manusia dalam memandang
realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara, tentang makna
hidup serta sebagai dasar dan pedoman bagi manusia dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Filsafat dalam pengertian yang
demikian ini telah menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief-system)
yang telah menyangkut praksis, karena telah dijadikan landasan bagi cara hidup
manusia atau suatu kelompok masyarakat dalam berbagai bidang kehidupannya. Hal
itu berarti bahwa filsafat telah beralih dan menjelma menjadi ideologi”.
Istilah “Pancasila”
berasal dari bahasa Sansekerta. Menurut Muhammad Yamin, “Pancasila” memiliki
dua macam arti seacara leksikal, yaitu : “panca” artinya “lima”, a) “syila”
vokal i pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”; b) “syiila” vokal i
panjang artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang
senonoh”. Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa
Jawa diartikan “susila” yang memiliki hubungan dengan moralitas. Nilai
berketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah mufakat dan keadilan sosial
diangkat dan dijadikan pedoman berkehidupan berbangsa di Indonesia berasal dari
nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam
pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara, dengan lain
perkataan unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) Pancasila tidak lain
diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia, sehingga bangsa ini
merupakan kausa materialis (asal bahan) Pancasila sebagaimana pendapat yang
disampaikan oleh Notonagoro.
Argumentasi Pancasila
bukan sebuah ideologi dapat dibantah disamping adalah benar bahwa Pancasila
merupakan sebuah sistem filsafat, karena logika berpikir yang membentuk
pandangan dunia (world view) masyarakat indonesia dengan telah melekat kuatnya
budaya toleransi antar umat beragama, gotong royong, musyawarah, solidaritas
atau kesetiakawanan sosial dan sebagainya telah menjadi konsensus bersama secara
tidak tertulis dan kemudian dituangkan secara tertulis dalam sebuah kesepakatan
sosial (social agreement) yang disebut dengan Pancasila, lalu oleh masyarakat
Indonesia dijadikan tujuan serta cita-cita untuk diwujudkan, dipertahankan,
dijadikan cara pandang, landasan, keyakinan dan dijadikan pedoman hidup dalam
berkehidupan kebangsaan Indonesia yang heterogen atau majemuk, maka sejalan
dengan definisi ideologi yang dinyatakan oleh Sastrapratedja dan Mubyarto serta
pendapat yang dinyatakan oleh Roeslan Abdulgani, Pancasila yang semula
merupakan sistem filsafat kemudian beralih dan masuk kepada wilayah ideologi.
Dengan ini dapat ditegaskan, bahwa Pancasila adalah merupakan sebuah ideologi.
Aplikasi Pancasila
sebagai sebuah ideologi, teralisasikan melalui pembuatan segala peraturan
perundangan-undangan yang mesti wajib berpedoman kepada UUD 1945 yang merupakan
manifestasi dari nilai-nilai luhur Pancasila sebagai sebuah Ideologi negara
yang sah.
Sebagai intisari dari
nilai budaya masyarakat Indonesia, maka Pancasila merupakan cita-cita moral
bangsa untuk berperilaku luhur dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai ideologi memiliki karakter utama
sebagai ideologi nasional. Ia adalah cara pandang dan metode bagi seluruh
bangsa Indonesia untuk mencapai cita-citanya, yaitu masyarakat yang adil dan
makmur. Pancasila adalah ideologi kebangsaan karena ia digali dan dirumuskan
untuk kepentingan membangun negara bangsa Indonesia. Pancasila yang memberi
pedoman dan pegangan bagi tercapainya persatuan dan kesatuan di kalangan warga
bangsa dan membangun pertalian batin antara warga negara dengan tanah airnya
(Ngudi Astuti, 2012).
Franz Magnis Suseno,
pada kesempatan ini membagi ideologi menjadi dua tipe ideologi sebagai ideologi
suatu negara yaitu ideologi tertutup dan ideologi terbuka. Pertama.
Ideologi tertutup adalah ajaran atau pandangan dunia atau filsafat yang
menentukan tujuan-tujuan dan norma-norma politik dan sosial, yang ditasbihkan
sebagai kebenaran yang tidak boleh dipersoalkan lagi, melainkan harus
diterima sebagai sesuatu yang sudah jadi dan harus dipatuhi. Kebenaran suatu
ideologi tertutup tidak boleh dipermasalahkan berdasarkan nilai-nilai
atau prinsip-prinsip moral yang lain. Isinya dogmatis dan apriori sehingga
tidak dapat dirubah atau dimodifikasi berdasarkan pengalaman sosial. Karena itu
ideologi ini tidak mentolerir pandangan dunia atau nilai-nilai lain. Ciri khas
ideologi tertutup ini adalah : 1) tidak hanya menentukan kebenaran nilai-nilai
dan prinsip-prinsip dasar saja, tetapi juga menentukan hal-hal yang bersifat
konkret operasional; 2) Tidak mengakui hak masing-masing orang untuk memiliki
keyakinan dan pertimbangannya sendiri; 3) Ideologi tertutup menuntut ketaatan
tanpa reserve; 4) Ideologi tidak bersumber dari masyarakat, melainkan dari
pikiran elit yang harus dipropagandakan kepada masyarakat; dan 5) Baik-buruknya
pandangan yang muncul dan berkembang dalam masyarakat dinilai sesuai tidaknya
dengan ideologi tersebut.
Kedua. Ideologi terbuka
hanya berisi orientasi dasar, sedangkan penerjemahannya ke dalam tujuan-tujuan
dan norma-norma sosial-politik selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan
dengan nilai dan prinsip moral yang berkembang di masyarakat. Operasional
cita-cita yang akan dicapai tidak dapat ditentukan secara apriori, melainkan
harus disepakati secara demokratis. Ciri khas ideologi terbuka ini adalah : 1)
Nilai-nilai dan cita-cita tidak dapat dipaksakan dari luar melainkan diambil
dan digali dari moral dan budaya masyarakat itu sendiri; 2) Bukan berdasarkan
keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dari konsensus
masyarakat tersebut; dan 3) Nilai-nilai itu bersifat dasar dan hanya secara
garis besar sehingga tidak langsung operasional.
Lalu Murtadha Muthahari
seorang filosof muslim kontemporer menyatakan bahwa ada dua jenis ideologi:
Pertama. Ideologi manusiawi yaitu ideologi yang didedikasikan untuk
seluruh umat manusia, bukan untuk kelas, ras atau masyarakat tertentu saja.
Format ideologi seperti ini meliputi seluruh lapisan masyarakat dan tidak hanya
lapisan atau kelompok tertentu saja. Kedua. Ideologi kelas yaitu ideologi
yang didedikasikan untuk kelas, kelompok atau lapisan masyarakat tertentu, dan
tujuannya adalah emansipasi atau supremasi kelompok tertentu. Format yang
dikemukakannya terbatas pada kelompok itu saja, dan pendukung serta pembela
ideologi ini berasal dari kelompok itu saja.
Timbul
pertanyaan: Pertama. Ideologi Pancasila apakah masuk kepada tipe ideologi
terbuka ataukah tertutup? ; Kedua. Ideologi Pancasila apakah masuk kepada
jenis ideologi manusiawi atau ideologi kelas? Terkait pertanyaan pertama,
sangat jelas bahwa ideologi Pancasila adalah merupakan tipe ideologi terbuka.
Ideologi Pancasila bukan ideologi yang sifatnya dipaksakan. Ideologi Pancasila
lahir melalui proses pengalian dari nilai moral dan budaya masyarakat Indonesia
melalui musyawarah yang kemudian melahirkan konsensus bersama masyarakat Indonesia,
bukan lahir dari keyakinan pemikiran ideologis seseorang atau sekelompok orang
seperti ideologi komunisme, fasisme dan lain-lain yang lebih bersifat tertutup.
Terkait hal ini, Kaelan berpendapat, bahwa unsur-unsur Pancasila diangkat dan
dirumuskan oleh para pendiri negara, sehingga Pancasila berkedudukan sebagai
dasar negara dan ideologi bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berakar pada pandangan
hidup dan budaya bangsa, dan bukannya mengangkat atau mengambil ideologi dari
bangsa lain. Selain itu Pancasila juga bukan hanya merupakan ide-ide atau
perenungan dari seseorang saja, yang hanya memperjuangkan suatu kelompok atau
golongan tertentu, melainkan Pancasila berasal dari nilai-nilai yang dimilki
oleh bangsa sehingga Pancasila pada hakikatnya untuk seluruh lapisan serta
unsur-unsur bangsa secara komperhensif. Oleh karena ciri khas Pancasila itu
maka memiliki kesesuaian dengan bangsa Indonesia. Selanjutnya Ngudi Astuti
berpendapat, bahwa Pancasila dilihat dari sifat-sifat dasarnya, dapat dikatakan
sebagai ideologi terbuka. Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki
dimensi-dimensi idealitas, normatif dan realitas. Rumusan-rumusan Pancasila
sebagai ideologi terbuka bersifat umum, universal, sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945.
Menjawab pertanyaan
kedua, perlu diketahui bahwa Pancasila sebagai sebuah ideologi telah memuat
segala bentuk perlindunan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) atau memanusiakan
manusia. Kultur budaya masyarakat Indonesia yang majemuk dalam keberagaman
terayomi dalam naungan Ideologi Pancasila serta hak-haknya individu maupun
kelompok masyarakat tertentu tetap dijaga. Ideologi Pancasila tidak memandang
perbedaan derajat terhadap suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) tertentu.
Ideologi Pancasila sangat memanusiakan manusia. Menjaga toleransi antar umat
beragama dalam berketuhanan, menciptakan dan menjaga peradaban manusia yang
manusiawi, menjaga persatuan dalam keragaman suku, agama dan ras, mengedepankan
musyawarah mufakat dalam mengatasi permasalahan bangsa serta sebagaimana
mungkin untuk menciptakan keadilan didalam masyarakat Indoensia. Dengan ini
dapat dikatakan bahwa ideologi Pancasila masuk kepada jenis ideologi yang
bersifat manusiawi. Sangat berbeda sekali ideologi yang sifatnya memperjuangan
emansipasi kelas seperti ideologi komunisme pada kelompok proletar atau buruh,
kapitalisme pada kelompok pemodal semata, fasisme (basis filsafatnya
Friederich Nietzsche) pada kelompok manusia yang merasa sebagai ras yang
paling unggul seperti di jerman bahwa ras arya adalah ras paling unggul, dan
masih banyak lagi ideologi lainnya yang lebih bersandar kepada perjuangan kelas
tanpa bisa menerima perbedaan yang sifatnya kodrati.
Maka dengan ini,
apabila masih ada orang atau sekelompok orang yang menghembuskan wacana atau
isu bahwa Pancasila bukanlah sebuah ideologi, mestilah kita waspadai. Mengingat
pengalaman yang telah bangsa Indonesia alami pada tahun 1965, yakni
rencana-rencana gagal yang ingin mengubah ideologi negara Indonesia dengan
ideologi tertentu yang berakibat malapetaka bagi bangsa Indonesia. Dan kita
berharap besar agar hal ini tidak terjadi kembali di Indonesia yang kita cintai
dan sayangi ini. Agar ibu pertiwi dapat tersenyum kembali dari sekian lamanya
ia menangis.
Sudah pernah di
publish pada media:
https://lihatkepri.com/2017/04/25/memperkuat-argumentasi-pancasila-sebagai-ideologi-negara/
pada
tanggal 25 April 2017
Selamat malam pak, perkenalkan nama saya Lamtiur Mariana Lely Sihombing dengan NIM 2305170105 dari Kelas B, izin bertanya. Sebagai ideologi, Pancasila terelasisakan melalui pembuatan perundang-undangan yang berpedoman pada UUD 1945 yang merupakan manifesti dari nilai-nilai luhur Pancasila. Pertanyaan saya ialah :
BalasHapusMengapa masih banyak masalah terkait perundang-undangan yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila ?
Terima kasih pak🙏