PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN PARIPURNA
Oleh : William Hendri, SH.,MH
(Wakil
Sekretaris Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) ORDA Kota
Tanjungpinang)
Substansi pemimpin
paripurna pada dasarnya termanifestasikan pada kepemimpinan para nabi.
Kepemimpinan yang secara umum benar-benar memahami suara dan kehendak rakyat.
Disamping membawa risalah, tipikal kepemimpinannya bersifat merakyat dan tidak
elitis. Sebagaimana yang dimiliki oleh umat muslim, bahwa kepemimpinan Muhammad
dapat disebut sebagai pemimpin dan memiliki sifat kepemimpinan yang paripurna.
Sosiolog dan ahli filsafat islam bernama Ali Syariati mengatakan bahwa wajah
kepemimpinan Muhammad merupakan gabungan antara Musa dan Isa. Di satu sisi
menampakkan ketegasan, keteguhan, kekuatan dan konsistensi seperti sifat yang
melekat pada diri Musa namun disisi lain beliau juga memiliki kelembutan, kasih
sayang, cinta kasih, belas kasihan, dan kesejukan seperti sifat yang dimiliki
oleh Isa.
Pada dasarnya disini
perlu kita bedakan antara pembimbing (bimbingan) dan pemimpin (kepemimpinan).
Pemimpin adalah orang yang membuat pengikutnya mudah mencapai tujuan. Di satu
pihak pembimbing atau pemandu bukan saja menunjukkan jalan, namun juga sering
kali memberikan sarana untuk melintasi jalan itu dan mencapai tujuan.
Sesungguhnya seseorang bisa saja mengemban jabatan pemandu dan pemimpin
sekaligus, atau hanya mengemban satu jabatan saja. Jabatan pemandu dan pemimpin
sekaligus inilah yang disandang oleh para nabi terhadap umat atau kaumnya.
Menguraikan persyaratan
untuk menjadi pemimpin, kata-kata terkenal yang pernah diucapkan oleh Plato
bahwa “kesengsaraan di dunia (suatu negara) tidak akan berakhir sebelum
filosof menjadi raja atau raja-raja menjadi filosof”, artinya raja (pemimpin)
haruslah seorang filosof. Keunggulan filosof harus dipadu dengan kebesaran raja
(pemimpin). Kemudian terkait persyaratan pemimpin ini, pada intinya pemimpin
harus berperan kreatif dalam: (a) mengorganisasikan berbagai kekuatan manusia;
(b) memanfaatkan kekuatan-kekuatan itu untuk mencapai tujuan yang diinginkan,
baik tujuan individu maupun tujuan bersama; (c) memiliki jiwa kerja sama dan
berpartisipasi praktis dalam upaya umum serta memiliki inisiatif yang tinggi;
(d) menghargai waktu; dan (e) memiliki misi, pesan dan ideologi. Kemudian untuk
kualitas yang mesti dimiliki oleh pemimpin, yaitu : (a) memiliki inisiatif; (b)
bersikap menyenangkan kehidupan publik; (c) mampu mengorganisasi (manajemen);
(d) mampu memilih orang yang tepat untuk pekerjaan yang tepat; (e) mampu
mendapatkan cinta dan kesetiaan rakyat; (f) mampu meyakinkan rakyat akan
penting dan perlunya mencapai tujuan; (g) Mengerti kondisi yang ada; (h)
percaya dan yakin pada tujuan; (i) percaya dan yakin akan sukses (tidak
ragu-ragu), percaya diri; (j) mampu memilih dengan benar tindakan yang akan
dilakukannya; (k) mampu memilih dengan tepat; (l) cepat dan tepat dalam menilai
situasi, cepat dan teguh dalam keputusan, cepat dan berani dalam bertindak; (m)
berketetapan hati dalam memilih langkah dan dalam memilih tujuan itu sendiri;
(n) siap menghadapi kritik; (o) berani menghadapi konsekuensi; (p) memiliki
rencana langkah yang akan diambil kalau gagal; (q) memiliki tinjauan ke masa depan;
(r) murah hati, luhur budi, dan lapang dada; (s) mampu mendistribusikan tugas
dan kekuatan manusia dengan benar; (t) berani menerima kekalahan; (u) kuat
kemauannya dan cukup tangguh kepribadiannya, sehingga rakyat termotivasi dan
terpengaruh serta mampu menyampaikan pesan dengan meyakinkan; (v) toleran
terhadap pandangan lain; (w) berkeinginan untuk mendapatkan informasi terbaru
yang relevan dengan fungsinya; (x) bermartabat namun bersahaja; dan (y) Tegas.
Kemudian Quraish Shihab
memaparkan berbagai sifat terpuji yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin
berdasarkan al-Quran meliputi : (a) berpengetahuan luas; (b) kreatif dan
inisiatif; (c) peka; (d) lapang dada dan selalu tanggap; (e) bertindak adil,
jujur, dan konsekuen; (f) bertanggung jawab; (g) selektif terhadap informasi;
(h) senantiasa memberikan peringatan; (i) mampu memberikan petunjuk dan
pengarahan; (j) suka musyawarah; (k) istiqomah, teguh pendirian dan mempunyai
semangat kompetitif; (l) senang berbuat kebaikan; (m) selalu berkeinginan meringankan
beban orang lain; (n) lembut terhadap orang mukmin; (o) kreatif dan tawakal;
(p) berkepribadian baik dan berpenampilan rapi; (q) selalu harmonis dan
proporsional dalam bertindak; dan (r) disiplin dan produktif.
Terkait watak,
karakter, tipikal pemimpin sebagaimana tersebut, sebagai manusia awam walau
tidak dapat sesempurna sebagaimana tersebut, paling tidak ada beberapa hal yang
dimiliki oleh pribadi kita. Seperti pada teori Limit dalam matematika, paling
tidak impian menjadi pemimpin yang sempurna lebih pada mendekati.
Setiap manusia yang
dilahirkan pada prinsipnya adalah merupakan pemimpin di muka bumi ini. Watak
dasar pemimpin dan kepemimpinan manusia adalah bersifat fitrah, sifat pemimpin
untuk seorang manusia minimal terealisasi pada kepemimpinan untuk dirinya
sendiri.
Pemimpin dapat
didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan
menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan. Pemimpin yang benar-benar dapat
dikatakan sebagai pemimpin setidaknya memiliki pengikut, kekuasaan dan
kemampuan atau kelebihan dari orang biasanya. Sementara kepemimpinan dapat
diartikan sebagai suatu kegiatan dengan kemampuan untuk mempengaruhi dan
menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.
Dahlan Ranuwihardjo
menambahkan bahwa seorang pemimpin dapat dikatakan mencapai derajat perjuang
paripurna, ianya mesti memenuhi syarat : (a) memiliki iman atau keyakinan yang
teguh; (b) ilmu pengetahuan yang luas dan mumpuni; (c) telah terintegrasi
dengan ideologi; (e) memiliki kemampuan organisasi dan manajemen yang rapi; (f)
memiliki strategi dan taktik yang tepat untuk mencapai tujuan; dan (g) serta
memiliki kemampuan teknis (lapangan) yang memadai atau penguasaan terhadap
perkembangan teknologi.
Secara umum fungsi
kepemimpinan adalah memudahkan pencapaian tujuan komunitas atau organisasi.
Fungsi yang sangat singkat namun padat dikemukakan oleh bapak pendidik kita, Ki
Hajar Dewantara, bahwa pemimpin yang baik haruslah menjalankan fungsi seperti
: Pertama. Ing Ngarso Sung Tulodo, yaitu menjadi seorang pemimpin
harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang-orang disekitarnya. Sehingga
yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suri tauladan. Kedua. Ing
Madyo Mbangun Karso, yaitu seseorang ditengah kesibukannya harus juga mampu
membangkitkan atau menggugah semangat. Karena itu seseorang juga harus mampu
memberikan inovasi-inovasi dilingkungannya dengan menciptakan suasana yang
lebih kodusif untuk keamanan dan kenyamanan. Ketiga. Tut Wuri
Handayani, yaitu seseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja
dari belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan oleh orang-orang disekitar
kita menumbuhkan motivasi dan semangat.
Jadi secara
tersirat Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut
Wuri Handayani berarti figur seseorang yang baik adalah disamping menjadi
suri tauladan atau panutan, tetapi juga harus mampu menggugah semangat dan
memberikan dorongan moral dari belakang agar orang-orang disekitarnya dapat
merasa situasi yang baik dan bersahabat. Sehingga kita dapat menjadi manusia
yang bermanfaat di masyarakat.
Ada sebuah pribahasa
atau syair terkenal yang termuat di dalam Gurindam dua belas karya Raja Ali
Haji berbunyi “raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah” yang
maknanya adalah pemimpin yang baik akan dihormati oleh rakyat, sedangkan pemimpin
yang licik akan dibenci oleh rakyat kemudian dapat juga diartikan bahwa
pemerintah yang bersifat adil akan dipatuhi, sedangkan jika pemerintah
sewenang-wenang terhadap rakyatnya akan dilawan. Berkaitan dengan hal ini,
tidak sedikit pemimpin yang tidak mengindahkan prasyarat wajib yang mesti
diemban olehnya baik watak, tipikal, karakter, sifat yang membuat ia gagal
memimpin sehingga ia kehilangan kekuasaan dan jatuh serta kehilangan
pengikutnya.
Menjadi pemimpin
tentunya mesti memiliki kecerdasan. Kecerdasan diperlukan pemimpin, karena
pemimpin harus pandai memilih strategi, menetapkan program-program perubahan
dan mengilhami teknik-teknik mengatasi masalah yang sesuai dengan situasi dan
kondisi komunitas atau organisasi yang ada beserta dinamikanya. Kecerdasan yang
diperlukan dalam hal ini adalah kecerdasan yang multidimensional, yang pada
intinya meliputi kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Dengan
kecerdasan intelektual berarti ia memiliki pengetahuan, wawasan, dan
kreativitas berpikir yang diperlukan. Dengan kecerdasan emosional berarti ia
pandai mengelola emosi diri maupun emosi orang lain, sehingga proses perubahan
dapat berjalan efektif. Dan dengan kecerdasan spiritual berarti ia memiliki
kesadaran etis yang tinggi sehingga tujuan perubahan tidak semata-mata demi
peningkatan keefektifan organisasi, namun juga demi tertunaikannya
tanggungjawab moral dan etik kepada semua stakes-holders. Sobry Sutikno
mengatakan bahwa ketiga kecerdasan tersebut sangat berperan dalam membantu
pembentukan pemimpin yang ideal dalam komunitas atau organisasi. Pemimpin yang
hanya memiliki atau hanya mengandalkan kecerdasan intelektualnya saja banyak
mengalami kegagalan. Secara teori ia bisa saja menguasai pengetahuan kognitif
yang sangat tinggi, akan tetapi pengetahuan kognitif yang tinggi belumlah
menjadi jaminan keberhasilan seseorang dalam menjalankan roda kepemimpinan.
Orang yang memiliki intelegensi yang tinggi belum tentu sukses dalam memimpin
suatu organisasi jika tidak didukung oleh kecerdasan lainnya.
Menjadi pemimpin di
alam Indonesia, dalam konteks untuk mencapai tujuan bersama masyarakat
Indonesia. Tentunya harus disadari bahwa gerak dan tingkah laku dalam
berkehidupan kebangsaan Indonesia mestilah bernafaskan pada Ideologi Pancasila
sebagai sebuah pandangan hidup bangsa. Krisis berkepanjangan yang dialami
bangsa Indonesia pasca reformasi tahun 1998 hingga saat ini, sedikit banyak
telah menggerus nilai-nilai Pancasilais yang melekat pada para pemimpin bangsa.
Serangan budaya asing yang bertubi-tubi, terutama pada masuknya nilai-nilai
westernisasi, individualistik, liberalistik, hedonistik dan lainnya memiliki
pengaruh besar terhadap perubahan identitas bangsa terutama pada generasi muda
yang mengakibatkan amnesia sejarah bangsa Indonesia.
Mulai saat ini, sudah
seharusnya seluruh elemen kembali memasyarakatkan Pancasila serta
dijadikan life style dalam berkehidupan kebangsaan di Indonesia.
Faktor utama Pancasila menjadi wajib dijadikan karakter dalam memimpin bangsa
dikarenakan kita ketahui keragaman dan kemajemukan (berbagai macam suku, agama,
ras dan antar golongan) terdapat di dalam masyarakat Indonesia. Hanya ideologi
Pancasilalah yang bersifat terbuka dan humanistis yang dapat mempersatukan
rakyat tanpa memandang derajat kelompok atau kelas tertentu. Terkait hal
ini, maka para pemimpin dan calon pemimpin bangsa Indonesia sudah semestinya
menjadikan Ideologi Pancasila sebagai panduan dalam memimpin.
Ary Murty berpendapat
bahwa kepemimpinan Pancasila adalah kepemimpinan yang berasas, berjiwa, dan
beramal pancasila. Sebagai keterpaduan antara penguasaan nilai-nilai luhur yang
berakar pada budaya Nusantara dengan penguasaan nilai-nilai kemajuan universal.
Kita sebagai bangsa
Indoensia yang memiliki pemimpin dan sederet pahlawan bangsa yang telah
memperlihatkan karakter kepemimpinannya, tentunya mesti bangga dan wajib
dijadikan inspirasi. Dapat diambil contoh, seperti Ir. Soekarno Presiden RI
pertama yang tiada suatu bangsa di dunia saat ini yang tidak mengenal beliau,
kemudian Mohammad Hatta yang dijuluki sebagai bapak Koperasi Indonesia, Hasyim
Asy’ari pendiri organisasi massa islam terbesar di Indonesia bernama Nahdlatul
Ulama pada pra kemerdekaan yang santri-santrinya ikut berjuang dan bertempur
melawan penajajah Belanda, kemudian Ahmad Dahlan yang juga pendiri serikat/organisasi
massa Islam bernama Muhammdiyah pada pra kemerdekaan, Jenderal Besar Soedirman
dan masih banyak lagi tokoh-tokoh pemimpin bangsa kita yang dapat kita jadikan
inspirasi.
Maka dengan ini, untuk
menjadi pemimpin dengan kepemimpinan yang paripurna di bumi Indonesia disamping
memiliki syarat dasar sebagai pemimpin mestilah Pancasila dijadikan panduan dan
pegangan serta gerak perilaku dalam memimpin bangsa sehingga ia pada akhirnya
akan dapat dikatakan sebagai pemimpin yang Pancasilais.
Sudah pernah di
publish pada media:
https://lihatkepri.com/2017/05/01/pemimpin-dan-kepemimpinan-paripurna/
pada
tanggal 1 May 2017
Komentar
Posting Komentar