PENERAPAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL SEBAGAI SOLUSI
Oleh:William Hendri, S.H.,M.H.
Wakil
Sekretaris ICMI Kota Tanjungpinang
Pendidikan
multikultural pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang
beorientasi kepada penyadaran keragaman budaya pada daerah atau wilayah
setempat. Menurut Farida Hanum, pendidikan multikultural merupakan “pendidikan
untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan
kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan”.
Indonesia adalah salah
satu negara multikultural terbesar di dunia, ditandai dengan melihat kondisi
sosio-kultur maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Ada berbagai macam
budaya, suku, etnis, ras, golongan, aliran kepercayaan, agama dan lainnya.
Dengan kondisi
masyarakat Indonesia seperti ini, konflik horizontal mudah terjadi, apalagi
adanya provokator yang berniat mengadu domba antar satu suku dengan suku
lainnya. Perang antar suku, agama atau konflik horizontal ini pernah terjadi di
beberapa daerah di Indonesia, seperti di Kalimantan yakni perselisihan antar
suku, kemudian di Ambon yakni perselisihan antar agama. Yang sangat disedihkan
sekali, ketika terjadi peledakan bom bunuh diri di beberapa gereja di Jakarta
yang memakan korban tidak bersalah membuat kita semakin khawatir akan
kelompok-kelompok radikal yang melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan
agama, apalagi pelaku bom bunuh diri juga melibatkan anak-anak.
Tentunya hal ini sudah
melanggar norma utama bangsa kita disamping norma agama yaitu Pancasila sebagai
sumber segala norma yang berlaku di Indonesia.
Setelah adanya kenyataan pahit yang pernah terjadi tersebut, sangat perlu
membangun upaya-upaya preventif agar masalah pertentangan agama atau suku tidak
akan terulang lagi di masa mendatang. Memberikan pendidikan tentang pluralisme
dan toleransi beragama melalui sekolah adalah beberapa upaya yang preventif
yang dapat diterapkan. Berkaitan dengan hal ini maka penting bagi institusi
pendidikan dalam masyarakat yang multikultural untuk mengajarkan perdamaian dan
resolusi konflik seperti yang ada dalam nilai-nilai pendidikan multikultural.
Paulo Freire pernah
menyebutkan bahwa pendidikan bukan merupakan “menara gading” yang berusaha
menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan menurutnya harus mampu
menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, bukan sebuah
masyarakat yang hanya mengagungkan prestise sosial sebagai akibat kekayaan dan
kemakmuran yang dialami. Selanjutnya Paulo juga mengungkapkan tentang
pentingnya pendidikan sebagai penyadaran. Menurutnya, pentingnya penyadaran ini
karena manusia tidak sekadar “hidup” (to live), tetapi “mengada” atau
bereksistensi. Dengan bereksistensi, manusia tidak hanya ada “dalam dunia”,
tetapi juga “bersama dengan dunia”.
Dalam pendidikan
multikultural, tenaga pendidik tidak hanya dituntut untuk mampu secara
professional mengajarkan mata pelajaran yang diajarkannya. Akan tetapi juga
mampu menanamkan nila-nilai keragaman yang inklusif kepada para peserta didik.
Pada akhirnya, dengan langkah-langkah demikian, output yang diharapkan dari
sebuah proses belajar mengajar nantinya adalah para lulusan sekolah atau
universitas yang tidak hanya pandai sesuai dengan disiplin ilmu yang
ditekuninya, tetapi juga mampu menerapkan nilai-nilai keberagaman dalam
memahami dan menghargai keberadaan para pemeluk agama dan kepercayaan yang
lain.
Senada dengan itu, Sri
Sultan Hamengkubuwono X juga mengungkapkan bahwa dalam pendidikan multikultural
tenaga pendidik harus memberi contoh sikap dan keteladanan seperti yang ada
pada nilai-nilai multikultural, dengan demikian para peserta didik akan
mengikutinya. Selanjutnya beliau menambahkan kalau mau menjadi tenaga pendidik
yang baik, harus bisa menjadi contoh yang menghargai perbedaan, bersikap
toleran, cinta damai dan saling menghargai kepada peserta didiknya.
Pendidikan
multikultural menawarkan salah satu alternatif melalui penerapan strategi dan
konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di
masyarakat, khususnya yang ada pada peserta didik seperti keragaman etnis,
budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umur dan ras. Pendekatan
melalui pendidikan multikultural yang terpenting, strategi pendidikan tidak
hanya bertujuan agar supaya peserta didik mudah memahami pelajaran yang
dipelajarinya, akan tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran mereka agar selalu
berperilaku humanis, pluralis, dan demokratis.
Ainul Yakin mengemukan
bahwa pendidikan multikultural adalah strategi pendidikan yang diaplikasikan
pada semua jenis mata pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan
kultural yang ada pada para peserta didik seperti perbedaan etnis, agama,
bahasa, gender, kelas sosial, ras, kemampuan dan umur agar proses belajar
menjadi efektif dan mudah. Pendidikan multikultural sekaligus juga akan melatih
dan membangun karakter peserta didik agar mampu bersikap demokratis, humanis, dan
pluralis dalam lingkungan mereka.
Artinya peserta didik
selain diharapkan dapat dengan mudah memahami, menguasai dan mempunyai
kompetensi yang baik terhadap mata pelajaran yang diajarkan tenaga pendidik,
peserta didik juga diharapkan mampu untuk selalu bersikap dan menerapkan
nilai-nilai demokratis, humanisme dan pluralisme di sekolah atau di luar
sekolah.
Kemudian Gibson
menyebutkan bahwa pendidikan multikultural adalah sebuah proses dimana individu
mengembangkan cara-cara mempersepsikan, mengevaluasi berperilaku dalam sistem
kebudayaan yang berbeda dari sistem kebudayaannya sendiri. Peserta didik sangat
penting memiliki kemampuan untuk dapat hidup dalam keragaman. Dalam pendidikan
multikultural diakui, tiap budaya mempunyai nilai kebenaran tersendiri yang
membutuhkan pemahaman akan relativitas nilai budaya. Nilai-nilai inilah yang
ada pada setiap peserta didik. Menjadikan peserta didik menjadi objek saja
tentu tidak bijak.
Menurut Paulo Freire,
tujuan akhir dalam proses pendidikan adalah memanusiakan manusia (humanisasi)
atau menjadikan manusia sesungguhnya. Dalam pendidikan Islam disebut sebagai
manusia paripurna, insan kamil. Menurut James Banks, bahwa pendidikan
multikultural memiliki beberapa dimensi yang saling berkaitan satu dengan lain,
yaitu : Pertama, Content Intergration, yaitu mengintegrasikan beberapa budaya
baik teori maupun realisasi dalam mata pelajaran/disiplin ilmu; Kedua, the
knowledge construction process, yaitu membawa peserta didik untuk memahami
implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran (disiplin); Ketiga, an aquity
paedagogy, yaitu menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar peserta
didik dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik peserta didik yang beragam
baik dari segi ras, budaya, agama ataupun sosial; dan Keempat, prejudice
reduction, yaitu mengidentifikasi karakterisrik ras peserta didik dan
menentukan metode pengajaran mereka.
Allison Cumming, McCann
dalam “Multicultural Education Connecting Theory to Practice”, menyebut
beberapa metode yang dapat digunakan dalam pendidikan multikultural : 1) Metode
Kontribusi. Metode ini diterapkan dengan mengajak pembelajar berpartisipasi
dalam memahami dan mengapresiasi kultur lain yang berbeda dengan dirinya. Dalam
implementasinya yang lebih praktis, metode ini antara lain diterapkan dengan
menyertakan peserta didik memilih buku bacaan bersama dan melakukan aktivitas
bersama. Selain itu peserta didik juga diajak mengapresiasi event-event
keagamaan maupun kebudayaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.
Pengampu pendidikan
(kepala sekolah, guru) bisa melibatkan peserta didik di dalam pelajaran atau
pengalaman yang berkaitan dengan event-event tersebut. Dalam hal tertentu
peserta didik juga dapat dilibatkan untuk mendalami sebagian kecil dari
kepelbagaian dari setiap tradisi kebudayaan maupun keagamaan; 2) Metode
Pengayaan. Metode ini memperkaya kurikulum dengan literatur dari atau tentang
masyarakat yang berbeda kultur, etnis, atau agamanya. Penerapan metode ini,
misalnya dengan mengajak peserta didik menilai atau menguji dan kemudian
mengapresiasikan cara pandang masyarakat tetapi peserta didik tidak mengubah
pemahamannya tentang hal itu, seperti tata cara atau ritual ibadah,
pernak-pernik dalam ritual ibadah, pernikahan, dan lain-lain; 3) Metode
Transformatif.
Metode ini memungkinkan
peserta didik melihat konsep-konsep dari sejumlah perspektif budaya, etnik dan
agama secara kritis. Metode ini memerlukan pemasukan perspektif-perspektif,
kerangka-kerangka referensi dan gagasan-gagasan yang akan memperluas pemahaman
pembelajar tentang sebuah ide. Jika ada metode pengayaan lebih banyak menggali
titik temu dari etnisitas, budaya, dan agama, maka dalam metode transfomatif
justru sebaliknya: menelanjangi nilai-nilai “negatif” dari budaya, etnik, dan
juga agama; dan 4) Metode Pembuatan Keputusan dan Aksi Sosial.
Metode ini
mengintegrasikan metode transformasi dengan aktivitas nyata di masyarakat, yang
pada gilirannya bisa berdampak terjadinya perubahan sosial. Peserta didik tidak
hanya dituntut untuk memahami dan membahas isu-isu sosial, tapi juga melakukan
sesuatu yang penting berkaitan dengan hal itu. Artinya, peserta didik tidak
hanya berhenti pada penguasaan teori, tapi juga terjun langsung melakukan
aksi-aksi nyata di masyarakat untuk menerapkan teori-teori yang mereka peroleh
dari ruang pendidikan.
Kemudian ada beberapa
pendekatan yang kerap direkomendasikan dalam pendidikan multikultural seperti
yang telah diulas oleh Mundzier Suparta dalam Islamic Multicultural Education,
yakni : 1) Pendekatan Historis. Pendekatan ini mengandaikan bahwa materi yang
diajarkan kepada peserta didik dengan napak tilas ke belekang. Maksudnya agar
pendidik dan peserta didik mempunyai kerangka berprikir yang komprehensif
hingga ke masa silam untuk kemudian merefleksikan masa sekarang dan untuk masa
mendatang. Dengan demikian materi yang diajarkan bisa ditinjau secara kritis
dan dinamis; 2) Pendekatan Sosiologis. Pendekatan ini mengandaikan terjadinya
proses kontekstualisasi atas apa yang pernah terjadi di masa lampau. Dengan
pendekatan ini materi yang diajarkan bisa menjadi aktual, bukan karena
dibuat-buat tetapi karena senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman yang
terjadi, dan tidak bersifat indoktrinasi karena kerangka berpikir yang dibangun
adalah kerangka berpikir kekinian; 3) Pendekatan Kultural. Pendekatan ini
menitikberatkan kepada autentisitas dan tradisi yang berkembang. Dengan
pendekatan ini peserta didik bisa melihat mana tradisi yang autentik dan mana
yang tidak.
Secara otomatis peserta
didik juga bisa mengetahui mana tradisi Arab dan mana tradisi yang datang dari
ajaran Islam. Pendekatan kultural memungkinkan kita melihat lebih kritis antara
tradisi masyarakat tertentu dengan ajaran keagamaan yang memamg berasal dari
ajaran agama; 4) Pendekatan Psikologis. Pendekatan ini berusaha memperhatikan situasi
psikologis personal secara tersendiri dan mandiri.
Artinya masing-masing
peserta didik harus dilihat sebagi manusia mandiri dan unik dengan karakter dan
kemampuan yang dimilikinya. Pendekatan ini menuntut seseorang pendidik harus
cerdas dan pandai melihat kecenderungan peserta didik sehingga ia bisa
mengetahui metode-motode mana saja yang cocok untuk pembelajar; 5) Pendekatan
Estetik. Pendekatan estetik pada dasarnya mengajarkan peserta didik untuk
berlaku sopan dan santun, ramah, mencintai keindahan dan mengutamakan
kedamaian.
Sebab segala materi
jika hanya didekati secara doktrinal dan menekankan adanya otoritas-otoritas
kebenaran maka peserta didik akan cenderung bersikap kasar. Sehingga mereka
memerlukan pendekatan estetik untuk mengapresiasi segala gejala yang terjadi di
masyarakat dengan melihatnya sebagai bagian dari dinamika kehidupan yang
bernilai seni dan estetis; dan 6) Pendekatan Berperspektif Gender. Pendekatan
ini mencoba memberikan penyadaran kepada pembelajar untuk tidak membedakan jenis
kelamin antara laki-laki dan perempuan.
Sebab sebenarnya jenis
kelamin bukanlah hal yang menghalangi seseorang untuk mencapai kesuksesan,
melainkan kerja nyata yang dilakukannya. Dengan pendekatan ini, segala bentuk
konstruksi sosial yang ada di lembaga pendidikan yang menyatakan bahwa
perempuan berada di bawah laki-laki bisa dihilangkan.
Keempat metode dan
keenam pendekatan tersebut sangat memungkinkan bagi terciptanya kesadaran
multikultural di dalam pendidikan dan kebudayaan. Dan tentu saja, tidak menutup
kemungkinan berbagai metode dan pendekatan lainnya, yang dapat diterapkan.
Kesadaran multikultural membantu peserta didik mengerti, menerima, dan
menghargai orang dari suku, budaya dan agama berbeda.
Modelnya bukan dengan
menyembunyikan budaya orang lain, atau menyeragamkannya sebagai budaya
nasional, sehingga budaya lokal menjadi luntur dan hilang. Semua manusia
diapresiasi dengan keunikan dan latar belakang etnis, budaya, dan agama
masing-masing.
Sampai disini, maka
penerapan pendidikan multikultural di Indonesia adalah merupakan sebuah solusi
terbaik bagi bangsa Indonesia yang memiliki karakter masyarakat yang majemuk
dan heterogen. Keragaman yang kita miliki ini adalah sebuah keniscayaan dan
mesti kita jaga. Kontrak sosial yang telah ditorehkan bersama dalam lembaran
sejarah oleh para pendiri dan pahlawan-pahlawan bangsa dengan tinta darah,
janganlah menjadi sia-sia. Persatuan dan kesatuan bangsa mesti diperkuat demi
selalu tetap terwujudnya semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. ***
Sudah
pernah di publish pada media:
https://kepridays.co.id/2018/08/21/penerapan-pendidikan-multikultural-sebagai-solusi/
pada tanggal 21
Agustus 2018
aslamualaikum Wr.wb pak,perkenalkan nama saya syamsiah saya dr kelas B izin kan saya untuk bertanya ya pak🙏.mengapa indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia?
BalasHapusAssalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh pak perkenalkan saya Bayu.s izin bertanya🙏🙏 apa saja tantangan yang mungkin dihadapi dalam implementasi pendidikan multikultural pendidikan?
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSyalom pak, perkenalkan nama saya Delpia manik dari kelas B izin bertanya pak🙏🏼, apa saja yang menjadi penghambat dalam pendidikan multikultural?
BalasHapusSelamat pagi pak, perkenalkan nama saya yeo yi shuen dengan nim 2305040032 dari kelas b, izin bertanya mengapa pendidikan multikultural penting untuk diterapkan di pendidikan Indonesia? terimakasih pak🙏🏻
BalasHapus